SULSEL.UPDATE24JAM.ID
Obat yang terlambat diberikan, itu sama saja dengan mobil pemadam kebakaran yang datang setelah api menghanguskan sebuah bangunan. Ceritanya bisa tetap dibuat heroik, api itu padam karena datangnya mobil pemadam kebakaran. Meskipun bangunan yang hendak diselamatkan sudah terlanjur ludes.
Jadi petuah kuno yang mengatakan "biar lambat asal selamat" itu tidak mecing dengan banyak masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan hari ini. Seperti memilih Calon Presiden dan Wakil Presiden yang salah, maka selama mereka itu masih menjabat, segenap resiko dan apa yang harus kita hadapi terpaksa harus dinikmati sendiri.
Ibarat yang senasib mungkin bisa dipadankan dengan kesalahan memilih kawan yang dapat diharap menjadi teman seperjuangan dalam menghadapi segala resiko dan tantangan yang harus dihadapi. Jadi tak beda dengan pasangan suami istri yang dikatakan harus sehidup semati itu. Artinya adalah, semua masalah harus bisa dihadapi dan diatasi bersama. Demikian juga Presiden dan Wakil Presiden, tidak bisa yang satu jadi kontraproduktif bagi pasangannya sendiri. Sebab dalam pembagian tugas pun, sudah harus dirinci bidang apa saja yang bisa dikerjakan oleh pasangannya itu, sehingga semua bidang pekerjaan lain yang belum bisa menjadi bagian dari pasangan itu harus diambil alih, agar semua masalah dapat teratasi dengan baik.
Kesetiaan dan kejujuran memang baru akan terbukti setelah melakukan berbagai pekerjaan. Karenanya, penghargaan perlu diberikan agak kerja berikutnya bisa lebih termotivasi dan memiliki semangat yang tidak kendor. Tapi yang terjadi selama ini, sekedar pujian belaka untuk membesarkan hati yang bersangkutan. Padahal, pujian itu sendiri lebih banyak nilai buruknya -- kecuali bisa membuat yang bersangkutan besar kepala -- tapi juga cuma untuk memanipulasi agar yang bersangkutan mau bekerja tanpa pamrih seperti kuda yang cuma mendapat usapan dan belaian semata.
Manipulasi yang halus ini sebetulnya bukan tidak disadari oleh banyak orang yang memang bekerja secara profesional. Karena yang dia harap adalah penilaian dan penghargaan yang bersifat profesional saja. Maka itu, ketika penghargaan secara profesional tidak pernah dilakukan, jangan pernah berharap cara kerja yang profesional itu akan terus berlanjut. Sebab, hitungan untung rugi pun justru lebih rumit dan njlimet hitungannya bagi mereka yang sungguh-sungguh bekerja secara profesional.
Akibatnya, ketika punishment or reward tidak pernah dilakukan dalam bentuk yang riil dan nyata, maka kamuflase cara kerja profesional itu tidak lagi ragu untuk ditimbang ulang.
Begitulah bila pengakuan atau penghargaan palsu yang selalu diberikan dalam kemasan yang rapi dan elok sekali pun. Sebab kebodohan orang bisa dimanipulasi, tetapi naluri dan insting pasti tidak. Sebab kepekaan semua manusia berada di antara kedua insting dan naluri itu yang bertahta di dalam hati. Maka itu, sedalam-dalamnya laut bisa diukur, tapi sedangkal-sedangkalnya hari, dengan apa untuk menakarnya.
Jadi, begitulah hasrat untuk memberi obat, jangan sampai yang sakit terlanjur mati. Karena terlambat datang, hanya di Jakarta yang masih bisa dimaafkan, tapi di kampung kita, telak penguburan jenazah pun masih sering menjadi persoalan. Itulah sebabnya, pesan orang bijak bahwa antara keikhlasan dan kejujuran itu tidak berjarak. Tapi keduanya tidak pula sama dengan satu mata uang yang bermuka dua.(Jacob Ereste/A.Rafiuddin)
RS. Tangerang, 18 Oktober 2023
Social Footer