SULSEL.UPDATE24JAM.ID
Tema yang progresif revolusioner pantas memang pantas dicuatkan dalam acara Forum Negarawan yang dilaksanakan pada Senin, 11 September 2023 oleh kampus perjuangan Universitas 17 Agustus 1945, yang dulu dominan terlibat gerakan reformasi 1998 hingga melahirkan sejumlah aktivis yang militan dan tangguh.
Paparan pemikiran sejumlah tokoh Negarawan, diawali do'a bersama Ustad Drs. Ghufron Sembara dilanjutkan pandangan, Dr. Siti Fadilah Supari Komjen Dharma Pongrekun, Dokter Tifauziyah, Prof. Sri-Edi Swasono, Dr. Bambang Sulistomo selaku Sohibul hajat yang juga merupakan salah satu Presidium Forum Negarawan yang dikoordinir Sri Eko Sriyanto Galgendu.
Dialog Forum Negarawan bertopik "Merajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa Melalui Berpikir, Bersuara dan Bertindak Jujur, Terbuka dan Adil Sebagai Negarawan" berlangsung di Aula UTA'45, Jakarta hingga menjelang magrib.
Masalah Capres (Calon Presiden) bagi Forum Negarawan adalah soal kecil dibanding semua masalah yang harus menjadi perhatian dan perhatian serta kewajiban bago para Negarawan yang ada di Indonesia. Karena yang harus dipikirkan oleh para negarawan jauh lebih luas.
Dilemanya seperti harga beras naik, petani sepatutnya senang, tapi karena kenaikan harga beras itu bukan saat panen, maka petani pun ikut sengsara seperti rakyat kebanyakan yang ikut terdampak dari kenaikan harga beras.
Itulah pokok soalnya, kata Dharma Pongrekun akibat dari negara Indonesia menggunakan sistem kapitalisme. Sehingga negara menuju kehancuran yang akan semakin membuat rakyat sengsara.
Sistem kapitalisme yang masuk dengan cara infiltrasi itu, tidak mampu ditangkal. Oleh karena itu, imbuh Ustad Drs. KH. Ghufron Sembara membacakan do'a untuk keselamatan bangsa dan negara Indonesia, dia hanya menilai hanya ada dua kemungkinan pilihan, yaitu revolusi atau kudeta. Pilihan terhadap revolusi atau kudeta itu bukan untuk mengambil alih kekuasaan, tetapi untuk mengembalikan tujuan berbangsa dan bernegara yang baik, sesuai dengan amanah rakyat yang termaktub dalam UUD 1945 yang asli dengan pedoman Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara, tandasnya.
Atas dasar itu juga, penyakit tiga S (suap, sokong, dan sogok) yang terus mewabah di negeri ini kata Rektor UTA'45, harus diberantas secara serius, tidak boleh dibiarkan seperti yang terjadi selama ini. Fenomena yang sama, tentang pandemi yang melantak Indonesia tiga tahun silam itu, ditengarai oleh para ahli tidak alami. Artinya ada semacam rekayasa. Karena sudah dapat diprediksi sebelumnya. Padahal, secara keilmuan, tidak ada satu pun pandemi yang bisa diprediksi sebelumnya, kata dokter Tifauziyah.
Jadi sungguh aneh, seperti yang mulai heboh dibicarakan banyak orang bila pada waktu dekat ini akan ada pandemi yang lebih dahsyat mengancam kehidupan manusia di bumi, terutama bagi rakyat Indonesia.
Suatu program yang dimajukan waktu penebaran pandemi terbaru itu, seperti sudah dapat dipastikan bakal terjadi pada tahun 2025. Hingga kuat diduga erat terkait dengan upaya mengatasi jumlah orang miskin. Jadi, kalau tidak bisa disingkirkan, maka orang miskin itu seakan harus dan boleh dimusnahkan saja.
Jadi cara seperti itu, dianggap pilihan terbaik guna mengurangi orang miskin untuk mengatasi beban kebutuhan hidup seperti bahan pangan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia lainnya agar tidak ikut punah.
Begitulah tata kelola kehidupan di dunia ini sekarang, tandas dokter Tifauziyah. Nilai-nilai kemanusiaan tak lagi dilihat atas dasar kemanusiaan, tapi atas bilangan angka-angka dan kalkulasi materi semata. Karena itu semua adalah akibat dari pengertian dan pemahaman terhadap Pancasila yang semakin kabur hingga tak jelas implementasinya dalam berbangsa maupun bernegara.
Paparan pandangan pamungkas Forum Negarawan ditutup okeh Sri Eko Sriyanto Galgendu yang membuka cakrawala pandang yang sangat mengesankan seperti sedang menggedor langit, untuk membangkitkan segenap kekuatan bersama para leluhur demi dan untuk keselamatan bangsa dan negara Indonesia yang sedang berada dalam ancaman yang sangat mengkhawatirkan.(Jacob Eteste/A.Rafiuddin)
Social Footer